Ternyata Aku Masih Bisa Dengar Ceramah Ramadhan yang Peduli Isu Lingkungan

Ilustrasi jamaah pengajian (Doc. Instagram@alfurqon_jogja)

Malam kedua Ramadhan, aku sholat tarawih di masjid Al-Furqon, Jalan Nitikan Baru, Umbulharjo, Yogyakarta. Terakhir kali aku menginjakkan kaki di masjid ini ya setahun lalu, tepat pada Bulan Ramadhan 2022. 

Aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan 2023. Aku tahu, Tuhan ingin aku bertaubat. Jadi, aku memohon ampunan-Nya. Karena aku percaya, bulan Ramadhan adalah bulan suci penuh ampunan.

Tapi, aku tidak akan membahas taubat, ampunan, apalagi persoalan dosa dan neraka. Sekali lagi tidak! Itu sangat jauh dari kapasitasku. 

Aku juga bukan mau pamer ibadah. Bukan! Ingat ya, aku bukan mau sum'ah. Tapi aku hanya ingin bercerita. Bahwa, aku dibuat takjub dengan ceramah yang diadakan sebelum sholat tarawih dimulai tadi. Aku pun tidak mengetahui siapa nama penceramah itu. 

Hanya saja, aku dibuat ternganga dengan materi ceramah yang disampaikan. Biasanya ceramah diisi dengan siraman rohani yang kerap membosankan. Ya, aku kerap mendengar ceramah yang membosankan karena seringkali tidak disandingkan dengan nilai-nilai humanisme. 

Tapi kali ini sangat berbeda. Pasalnya, penceramah menyampaikan tentang persoalan sampah yang jarang sekali terdengar, apalagi di sebuah materi ceramah ramadhan.

Sangat kuingat, beliau mengajak masyarakat untuk tidak israf (berlebihan) dalam mengonsumsi makanan selama bulan ramadhan. Karena seringkali, banyak dari kita kalap saat berbuka puasa. Semua makanan dibeli, dan seringkali tidak dihabiskan yang akhirnya menjadi foodwaste. 

Tak bisa dielak, bahwa Indonesia termasuk negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Apalagi di bulan Ramadhan, banyak umat Islam yang berbondong-bondong beli takjil, ngabuburit, yang akhirnya memproduksi banyak gunungan sampah termasuk sampah makanan. 

Sang penceramah tersebut mengingatkan kepada jamaah sholat tarawih, bahwa sampah makanan ini harus diatasi, salah satunya dengan cara menerapkan gaya hidup Rasulullah SAW yang sederhana. Mungkin kita sudah terlalu jauh hidup dari masa Nabi SAW. Tapi ajaran yang beliau sampaikan sangat relevan di setiap zaman, termasuk di zaman yang serba canggih dan serba ada seperti sekarang.

Beliau itu berbuka puasa hanya dengan kurma yang dikonsumsi dalam jumlah ganjil. Hanya kurma lho, saudara-saudara! Tidak ada appetizer, main course, dan dessert. Lha kalau kita pasti banyak banget. Pas adzan magrib terdengar, langsung menyantap kolak pisang atau es buah yang dibarengi dengan snack tak hanya satu. Kemudian sholat magrib. Setelah itu makan nasi beserta lauk pauknya. Habis makan biasanya masih ngemil camilan. Setelah sholat tarawih pun masih dilanjutkan dengan makan camilan, atau bahkan makan berat lagi. Tampak sekali israf-nya, bukan?

Iya kalau dihabiskan tidak masalah. Yang jadi masalah adalah saat kamu sudah percaya diri beli banyak makanan, tetapi tak mampu menghabiskan. Pada akhirnya makanan itu dibuang dan jadi sampah. Sampah lagi sampah lagi. Ujung-ujungnya di TPA lagi. Kecuali kalau kamu punya composter atau terbiasa mengompos sisa makananmu. 

Kita perlu mengingat ajaran Rasulullah tentang menghabiskan makanan. Aku tidak akan menyebutkan hadisnya. Sudah lupa! Kira-kira hadis itu kudapat saat duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah. Tapi aku sangat ingat dan paham, bahwa beliau SAW mengajak kita untuk menghabiskan makanan hingga sampai butiran nasi terakhir. Karena berkah dari makanan itu ada pada butir nasi terakhir. 

Misal kita makan pakai tangan, hendaknya kita menjilati jari jemari kita sampai bersih. Agar sisa makanan yang menempel di tangan tidak terbuang. Jaman Rasulullah pun sebenarnya sudah ada konsep zero foodwaste. Tapi mayoritas masyarakat Muslim justru malah mengabaikan persoalan ini. Kalau tidak, ya mungkin karena minim pengetahuan akan konsep Nabi yang sebenarnya sangat relate dengan kehidupan ini.

Padahal jelas lho, bahwa membuang makanan itu adalah perbuatan tercela. Israf atau berlebihan dalam hal konsumsi adalah perbuatan yang tidak baik. Makanan yang tersaji di meja makan kita telah melalui perjalanan panjang dan campur tangan serta perjuangan banyak pihak. Jika kita membuang begitu saja, tentu sangat tidak menghargai makanan yang merupakan rezeki dari Tuhan.

Maka dari itu, apabila merasa makanan yang dimiliki tidak mampu dihabiskan sendiri, alangkah baiknya dibagi-bagikan ke orang lain yang membutuhkan. Langkah ini jadi salah satu cara untuk mengurangi sampah makanan. Tapi ya jangan asal membagikan sisa makanan ya! Pastikan sisa makanan itu masih layak dan bagus untuk diberikan ke orang lain. 

Kalau tidak mau repot, ya tidak usah beli atau membuat banyak makanan. Mengukur kebutuhan konsumsi kita sangatlah penting, sehingga tidak berakhir menjadi penyumbang sampah makanan.

Sebagai Muslim, seharusnya saudara-saudara paham masalah tersebut. Israf tidaklah baik bagi kehidupan. Israf dalam apapun, termasuk dalam hal makanan. 

Maka dari itu, aku tidak bosan-bosannya mengajak kita semua untuk hidup yang sederhana saja, tidak berlebihan, dan selalu menjaga konsumsi agar tidak menjadi penyumbang sampah.

Kiranya itu yang bisa aku petik pelajaran dari ceramah di masjid Al-Furqon kali ini. Tentu dengan penjabaranku sendiri. Tapi aku cukup bangga, karena di masjid, aku masih bisa mendengar ceramah yang peduli isu lingkungan dan kemanusiaan. Respect!!!


Yogyakarta, 23 Maret 2023

Arini Sa'adah (Instagram@arn_sailess)

Related

Paweling 1557017262369445721

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item