Sekolah Liar, Mengapa Tidak?*

Paweling.Com - Berangkat dari pidato kebudayaan Seno Gumira Ajidarma yang disampaikan di Jogja Art + Books Fest tanggal 2 Mei 2023, agaknya ...

Paweling.Com- Berangkat dari pidato kebudayaan Seno Gumira Ajidarma yang disampaikan di Jogja Art + Books Fest tanggal 2 Mei 2023, agaknya bisa menjadi sebuah pintu untuk mengetahui bagaimana kondisi pendidikan hari ini, terlebih di era keberlimpahannya informasi, yang naasnya, Tom Nichols mengatakan dalam buku The Death of Expertise bahwa 90 persen dari semua hal di ruang maya adalah sampah. Namun hal ini tidak bisa dijadikan alat untuk menjudge bahwa penyebab gagalnya pendidikan atau tidak berkembangnya sebuah ilmu pengetahuan adalah teknologi, tidak sama sekali. 

Lebih lanjut Nichols menyebutkan bahwa perguruan tinggi turut mendukung kegagalan ini. Ya, salah satunya dengan cara neoliberalisme perguruan tinggi. Mengutip Indoprogress, Neoliberalisasi pendidikan tinggi di Indonesia didorong oleh keinginan pemerintah untuk menghasilkan profesional dan menciptakan pendidikan tinggi yang tujuannya berorientasi pasar (Gaus & Hall, 2015). Sistem pendidikan direstrukturisasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan elite politik dan bisnis–yang merupakan penerima manfaat dari kerangka pendidikan berorientasi pasar tersebut. Kebijakan-kebijakan neoliberal seperti standarisasi, kompetitivitas, dan orientasi pasar telah menjadi dasar kebijakan, kurikulum, dan praktik pendidikan tinggi di Indonesia (Mulya, 2016).

Pertanyaannya, dengan biaya kuliah yang semakin tinggi, apakah sebagian besar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan itu? Mengingat problem kemiskinan selalu menjadi bahasan dan perhatian utama pemerintah. Sedangkan mendapatkan pendidikan merupakan hak segala bangsa dan salah satu yang mempunyai tugas untuk mencerdaskan anak bangsa adalah lembaga pendidikan. Sehingga, perguruan tinggi seharusnya menjadi public goods, yang mana menghilangkan sifat non-excludable

***

Berdasarkan permasalahan di atas, kiranya sekolah liar bisa menjadi salah satu alternatif untuk terus meningkatkan pengetahuan di setiap lapisan masyarakat. Seperti yang disampaikan Seno Gumira Ajidarma, bahwa sekolah liar bertujuan untuk menghapus dosa-dosa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pendidikan. 

Sedangkan dalam masa kolonialisme, sekolah liar merupakan perlawanan diam-diam dalam arti perlawanan masif, yang bukan berarti berdiam diri secara lahir dan batin, melainkan berdiam diri dan tidak berubah secara lahir, tapi dalam batin tetap mempertahankan kebebasan, tidak mengakui kedaulatan, ujar Seno.

Perlawanan ini oleh Raden Mas Soewardi dinamai Ordonansi Sekolah Liar. Ia menganggap bahwa ordonansi itu menghilangkan hak asasi orang tua dan rakyat untuk memilih bagaimana mendidik anaknya. Dan dengan ordonansi ini, pemerintah kolonial menerobos pagar Gerakan politik, dan dengan bersenjata masuk ke ladang gerakan pendidikan di masyarakat.

Pemerintah kolonial dengan terus terang memaksa masyarakat untuk patuh kepada peradaban Barat, yang mengunci negeri ini dalam kegelapan yang penuh dengan sistem korup juga serakah. Pendidikan dalam semangat kolonial juga mencegah terciptanyanya masyarakat sosial, serta menghasilkan kehidupan yang bergantung pada bangsa-bangsa Barat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pendidikan kolonial tidak bisa membantu mengembangkan badan dan pikiran, tapi semata-mata memberikan peluang besar pada masyarakat untuk menjadi buruh.

Melihat kondisi seperti ini, maka Raden Mas Soewardi berpendapat bahwa hal demikian tidak bisa diselesaikan semata-mata dengan konfrontasi fisik melalui gerakan politik, tapi melalui memerlukan bibit-bibit gaya hidup yang merdeka, ditanamkan dalam jiwa rakyat melalui sistem pendidikan nasional dengan konsekuensi memerlukan kemerdekaan sebebas-bebasnya, yaitu tidak boleh menerima bantuan dari siapa pun juga.

***

Apakah sekolah liar masih relevan untuk hari ini? Tentu saja. Sekolah liar bisa berupa ruang-ruang kecil atau sebuah komunitas dengan menghindari campur tangan oleh pemerintahan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sebuah ekosistem berdialektika dengan sebebas-bebasnya, tanpa diliputi perasaan was-was sekecil apapun.

Terlebih, sekolah liar akan mengedepankan kualitas dibanding kuantitas, melihat hampir di seluruh perguruan tinggi menilai kualitas pendidikan berdasarkan jumlah karya tulis ilmiah yang terbit di jurnal nasional maupun internasional, padahal dalam lingkup kualitas, masih perlu dipertanyakan karena dalam perguruan tinggi penulisan karya ilmiah tidak lebih hanya untuk syarat pemenuhan berkas administrasi dan kenaikan jabatan atau memperoleh gelar.

Sekali lagi, sekolah liar merupakan perlawanan atas dosa-dosa yang sangat sulit diakui oleh pemerintah terhadap pendidikan. Suatu waktu seorang kawan berkata bahwa setiap insan terlahir suci, sampai ditanamkan padanya ajaran tentang kepemilikan pribadi dan setiap ruang belajar adalah taman bermain, sampai perguruan tinggi datang dan menerapkan biaya yang tinggi.

Sebagai penutup, berangkat dari perlawanan Taman Siswa terhadap Ordonansi Sekolah Liar, menunjukkan bahwa sekolah liar akan terus ada dengan bentuk yang baru juga kreatifitas yang beragam! Selamat hari pendidikan nasional!

*) Judul pidato kebudayaan Seno Gumira Ajidarma

Penulis: Miftahul Munir


Related

Kamanungsan 4340684850832746254

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item