Ketika Mimpi Menjadi Sejarah: Polemik Perhabiban di Madiun

Sumber: selingkarwilis.com Paweling.com- Di suatu sudut Desa Bodag Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, bersemayamlah 3 buah "makam wali&...

Sumber: selingkarwilis.com

Paweling.com- Di suatu sudut Desa Bodag Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, bersemayamlah 3 buah "makam wali" yang sempat membuat warga terbelalak, yaitu makam Syekh Maulana Abdullah, Habib Abu Bakar Al-Hizasi dan Habib Abdullah Al-Aydrus. Panjang makamnya pun luar biasa, panjangnya kurang lebih 7 meter! Barangkali lebih panjang dari catatan sejarah yang tersemat di namanya. Namun belakangan ini identitas makam tersebut terkuak. Ya, adalah makam palsu. 

Makam ini pertama kali dibangun tahun 2003, setelah seseorang dari Banjarmasin datang yang katanya mendapatkan petunjuk dari “mimpi”, bahwa di tanah milik warga tersebut, tersembunyilah makam wali. Menurut pengakuan Mbah Wagiyo selaku pemilik lahan, bahwa lahannya sempat akan dibeli, namun ia menolak. Entah bagaimana akhirnya makam yang katanya wali tersebut terbangun kokoh. Mungkin sebagai bentuk penghormatan kepada “mimpi” dan tradisi. Tapi sayang, sebuah mimpi tak selalu menjadi sejarah nyata, bukan?

Tesis KH Imaduddin Utsman dan Terbukanya Tabir Sejarah

Fenomena makam palsu ini sebenarnya hanyalah puncak gunung es dari sebuah isu yang lebih besar. Ketika KH Imaduddin Utsman melalui tesisnya mengungkapkan bahwa habaib di Indonesia mungkin bukanlah keturunan Rasulullah SAW, banyak orang mulai berpikir ulang. Menurut kajian beliau, Ahmad al-Muhajir – sosok leluhur para habaib – ternyata tidak memiliki keturunan bernama Ubaidillah. Nah, nama Ubaidillah inilah yang selama ini dianggap sebagai nenek moyang besar habaib di Indonesia.

Klaim-klaim kontroversial pun mulai bertebaran. Ada yang berkata bahwa leluhur mereka pernah mi'raj ke langit ke-7. Ada juga yang mengklaim bahwa Nahdlatul Ulama dan bahkan kemerdekaan Indonesia ini berkat para Habib. Yang tentunya, bagi banyak orang Indonesia, narasi ini tak hanya menggelitik tapi juga menimbulkan tanya besar: benarkah narasi itu?

Generasi Muda dan Pengaruh Sosial Media

Di era sekarang, generasi muda kita begitu mudah terbawa arus. Lihat saja, TikTok berisi video-video FYP yang menampilkan pesonanya “ketampanan” para Habib, majelis-majelis sholawat yang dihadiri ribuan remaja yang lebih rela meninggalkan ngaji dengan Kyai kampungnya demi membuat konten majelisan bersama habib. Terlebih ada tren “ yali-yali” dan akhirnya siapa yang cantik pasti akan FYP juga menjadi selebgram yang estetik, “subhanallah, masyaallah, tabarakallah.” 

(Penulis tidak menyalahkan tren itu, tapi alangkah baiknya, juga dibarengi dengan penalaran dan inteletualistik yang mempuni, tanpa mengidolakan secara berlebihan para habib sehingga melupakan peran kyai kampung kita).

Fenomena ini bukan saja ironis, tetapi juga memprihatinkan. Sejarah kita, kebijaksanaan ulama kampung yang setia mendidik dari huruf hijaiyah hingga tata cara wudu dan salat, perlahan-lahan tersisihkan oleh tren dan klaim yang mungkin tak terjamin kebenarannya.

Pelajaran dari Makam Palsu

Pembongkaran makam palsu di Madiun oleh Perjuangan Walisongo Indonesia (PWI) dan Laskar Sabilillah (LS) Madiun Raya ini adalah satu dari sedikit usaha untuk mengembalikan nalar masyarakat kita. Sebuah mimpi boleh jadi menarik, tapi tak selayaknya dijadikan patokan sejarah yang tak terverifikasi. Maka dari itu, generasi muda kita harus lebih cerdas memilah mana yang benar-benar warisan, dan mana yang hanya klaim tanpa dasar.

Pesan saya, jangan lupa dengan asal-usul. Kembalilah kepada para ulama yang mengajarkan agama dari hati ke hati. Jaga sejarah kita, dan jangan sampai terbawa oleh "pembelokan" yang terselubung dalam klaim dan cerita tanpa bukti yang ada. Ingat penjajahan spiritual itu nyata!

Penulis: Syamhadi Donorejo


Related

Paweling 7243318377622799651

Post a Comment

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item